Ada lagu-lagu yang begitu terputar, ingatan langsung terlempar ke
sebuah kenangan. Ada tempat-tempat yang begitu didatangi, pikiran
langsung melayang ke sebuah kenangan. Ada wewangian yang begitu
terhembus, alam bawah sadar langsung memanggil kenangan. Pada dasarnya
kenangan itu mengikuti, begitu kita memutuskan berjalan ke depan.
Ada airmata yang mungkin tumpah, menyesali kenangan yang tidak bisa
berulang. Ada senyum lega yang mungkin berburai, mensyukuri kenangan
yang akhirnya tercipta. Ada pahit, agar tau rasanya manis. Ada manis,
agar tidak lupa bahwa yang ada bukan hanya pahit. Kita punya kenangan,
untuk bisa mengambil pelajaran pahit manis itu. Untuk bisa menemukan
pijakan yang cukup mantap dalam melanjutkan perjalanan. Kemana? Kita
juga tidak tahu.
Satu semester lalu, bahkan mungkin setahun lalu, ada air mata yang
masih tumpah. Ada patah-patah yang meremah, ada pedih-pedih yang merajam,
rasanya seperti bersiap mati berdiri, hanya dengan mengenang. Bukankah
memang rasanya lebih baik mati, daripada kehilangan kenangan yang
dianggap potongan surga saking indahnya?
Malam ini?
Cuma ada senyum lega. Senyum syukur. Senyum bangga. Senyum ikhlas.
Ada hal-hal yang dibiarkan Tuhan hilang, agar kita menemukan yang
baru. Mungkin hal yang lama itu sudah tidak bisa lagi memberi pelajaran,
tidak bisa lagi membahagiakan, bukan lagi yang terbaik. Mungkin ada hal
baru yang sejak kita belum lahir pun sudah dituliskanNya. Kita akan
berpindah. Kita harus bertemu fase demi fase, sebelum sampai pada tujuan
akhir. Dan kita harus punya kenangan, mau pahit mau tidak, yang penting
kita punya sesuatu untuk dikenang. Untuk dipelajari.
Pada akhirnya semua hanya masalah waktu. Bukan masalah sudah
berpengganti atau belum.
Pada akhirnya kita butuh jeda, entah panjang entah pendek, untuk
menerima bahwa tidak ada kenangan yang bisa berulang. Untuk meyakini
bahwa cara Tuhan mengambil kenangan dan tidak mengizinkannya berulang
itu berarti bukti bahwa Tuhan sayang. Bahwa kita tidak boleh memakan
labi roti yang sudah berjamur. Bahwa untuk tahu akhir kisah berseri,
kita harus membeli seri baru setelah selesai membaca satu seri, karena
mengulang-ulang seri yang sama tidak akan membawa pada akhir apa-apa.
Pada akhirnya, luka butuh waktu untuk pulih, dengan atau tanpa obat.
Akan sampai juga waktunya, dimana mengenang itu melegakan. Semacam
pengingat syukur, berterimakasih pada setiap kesempatan Tuhan yang sudah
membiarkan kita menemukan. Yang sudah membuat kita kehilangan. Akan
sampai juga waktunya kita menikmati setiap mengenang, tidak lagi
berharap terulang, dan justru berterimakasih karena sudah hilang
sekalian dan tidak kembali lagi. Waktunya akan sampai. Tinggal bagaimana
sikap menghadapinya sejak sekarang, mau mulai ikhlas dan realistis atau
tidak..
-dikutip dari crescenthemum.tumblr.com-