Minggu, 24 Februari 2013

Mengenang, Tanpa Mengulang

Ada lagu-lagu yang begitu terputar, ingatan langsung terlempar ke sebuah kenangan. Ada tempat-tempat yang begitu didatangi, pikiran langsung melayang ke sebuah kenangan. Ada wewangian yang begitu terhembus, alam bawah sadar langsung memanggil kenangan. Pada dasarnya kenangan itu mengikuti, begitu kita memutuskan berjalan ke depan.

Ada airmata yang mungkin tumpah, menyesali kenangan yang tidak bisa berulang. Ada senyum lega yang mungkin berburai, mensyukuri kenangan yang akhirnya tercipta. Ada pahit, agar tau rasanya manis. Ada manis, agar tidak lupa bahwa yang ada bukan hanya pahit. Kita punya kenangan, untuk bisa mengambil pelajaran pahit manis itu. Untuk bisa menemukan pijakan yang cukup mantap dalam melanjutkan perjalanan. Kemana? Kita juga tidak tahu.

Satu semester lalu, bahkan mungkin setahun lalu, ada air mata yang masih tumpah. Ada patah-patah yang meremah, ada pedih-pedih yang merajam, rasanya seperti bersiap mati berdiri, hanya dengan mengenang. Bukankah memang rasanya lebih baik mati, daripada kehilangan kenangan yang dianggap potongan surga saking indahnya?

Malam ini? Cuma ada senyum lega. Senyum syukur. Senyum bangga. Senyum ikhlas.

Ada hal-hal yang dibiarkan Tuhan hilang, agar kita menemukan yang baru. Mungkin hal yang lama itu sudah tidak bisa lagi memberi pelajaran, tidak bisa lagi membahagiakan, bukan lagi yang terbaik. Mungkin ada hal baru yang sejak kita belum lahir pun sudah dituliskanNya. Kita akan berpindah. Kita harus bertemu fase demi fase, sebelum sampai pada tujuan akhir. Dan kita harus punya kenangan, mau pahit mau tidak, yang penting kita punya sesuatu untuk dikenang. Untuk dipelajari.

Pada akhirnya semua hanya masalah waktu. Bukan masalah sudah berpengganti atau belum. Pada akhirnya kita butuh jeda, entah panjang entah pendek, untuk menerima bahwa tidak ada kenangan yang bisa berulang. Untuk meyakini bahwa cara Tuhan mengambil kenangan dan tidak mengizinkannya berulang itu berarti bukti bahwa Tuhan sayang. Bahwa kita tidak boleh memakan labi roti yang sudah berjamur. Bahwa untuk tahu akhir kisah berseri, kita harus membeli seri baru setelah selesai membaca satu seri, karena mengulang-ulang seri yang sama tidak akan membawa pada akhir apa-apa.

Pada akhirnya, luka butuh waktu untuk pulih, dengan atau tanpa obat.

Akan sampai juga waktunya, dimana mengenang itu melegakan. Semacam pengingat syukur, berterimakasih pada setiap kesempatan Tuhan yang sudah membiarkan kita menemukan. Yang sudah membuat kita kehilangan. Akan sampai juga waktunya kita menikmati setiap mengenang, tidak lagi berharap terulang, dan justru berterimakasih karena sudah hilang sekalian dan tidak kembali lagi. Waktunya akan sampai. Tinggal bagaimana sikap menghadapinya sejak sekarang, mau mulai ikhlas dan realistis atau tidak..


-dikutip dari crescenthemum.tumblr.com-