Sabtu, 22 Agustus 2015

Remain The Same


“Udah lewat setahun, jangan diingat-ingat lagi.” - Fadlah, 22 tahun.
 
How could I forget when it gave me so much to remember?

Laut, langit, angin, sunrise ke sunset, helideck, popmie, dan kita. Ingat? Kita berbagi apapun. Tempat tidur, makanan, air mineral, pakaian, jilbab, parfum, eyeliner, uang, even we shared punishment. Tell me something more unforgettable than that.

And we still have thousand memories with another hundred sailing-family. We still have thousand memories with places we used to go. We still have thousand memories with the sailing home we used to stay. We still have thousand memories with beautiful sunsets we used to see everyday. How could I say goodbye with all of that? How could a family saying goodbye to each other? For sure, you can't and you won't.

You know what? I always enjoy the moment when the memories back. It hurts indeed, yet feels good at the same time. Such a sweet pain. Yesterday, today, or some years later, the feeling will remain the same.

Meskipun aku punya pilihan untuk move on ataupun tidak move on, I'll choose not to. Because I wanna stay there, Dear. Like forever.

__________________________________________________________________

#np Sandy Canester - Tempat Terindah

Disana ku merasa senang
Damai yang selalu ku damba
Di saat ku lelah
Disana ku dapat bahagia
Dan damai yang selalu nyata

Ingin selalu ada disana selamanya

Senin, 17 Agustus 2015

KPN Sail Raja Ampat 2014 - Part IV

Memperingati 70 tahun kemerdekaan Republik Indonesia hari ini, tanpa sadar pikiran saya terbang ke tahun 2014, bulan Agustus hari ke 17. Ya, ulang tahun Indonesia yang ke 69 tahun.

Makassar - Sorong

Sore hari di tanggal 15 Agustus 2014, kapal bertolak dari Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar menuju Sorong. Aktivitas kami dalam perjalanan laut tersebut tidak berbeda jauh dengan perjalanan sebelumnya. Olahraga pagi ditemani sinar oranye kekuningan matahari terbit dari ujung laut, dilanjutkan mandi, sarapan pagi, makan siang, materi hingga sore, ibadah magrib, makan malam, pentas seni, ditutup dengan istirahat.

Olahraga Pagi

Tapi ada satu hal yang berbeda, yaitu upacara peringatan 69 tahun Indonesia merdeka, 17 Agustus 2014. Upacara spesial ini akan dilaksanakan di anjungan (lantai paling atas) kapal. Dengan rasa excitement yang tinggi, kami segera bersiap pagi itu, berpakaian seragam batik merah putih lengkap dengan topi Sail Raja Ampat 2014. Pagi itu sekaligus menjadi pagi pertama kami menjadi konsumen antibiotik untuk malaria - berhubung destinasi kami selanjutnya adalah daerah rentan malaria. Obat ini dibagikan di hari sebelumnya kepada setiap peserta sebanyak 16 butir dan harus dikonsumsi setiap hari. Gawat! Honestly, saya gak pandai minum obat kapsul/tablet. Jika itu kapsul, maka kapsulnya harus dibuka dan saya hanya akan minum bubuk obatnya. Jika itu tablet, maka harus dihancurkan menggunakan air. Subhanallah, iya umur saya 23 tahun. (((23 tahun))). Pagi itu, dengan berat hati saya membuka kapsul obat lalu meminumnya. Huweekk, bubuk super pahit menggerogoti tenggorokan saya dan... saya muntah. Seketika bawaan badan jadi gak enak. Karena kejadian itu, saya sedikit terlambat mengikuti upacara. Peserta lain sudah selesai menyusun barisan. Saya bergabung di bagian belakang.

Posisi kapal tepat berada di Laut Banda dimana waktu itu ombaknya cukup tinggi. Para TNI AL berbaris gagah dan rapi lengkap dengan seragam mereka yang super kece. Upacara dimulai, bendera mulai dinaikkan oleh tim pengibar, lagu Indonesia Raya berkumandang, dan seluruh peserta dengan khidmat meletakkan tangan di kanan kepala pertanda hormat. Sikap tegap sedikit sulit dilakukan mengingat goyangan kapal kesana kemari akibat hempasan ombak. Bendera berhasil mencapai puncak tiang anjungan dan berkibar gagah ditiup kencangnya angin laut. Bagaimana rasanya? Tak ada yang bisa menjelaskan perasaan bahagia dan bangga luar biasanya menjadi saksi berkibarnya bendera Merah Putih di atas KRI Surabaya 591 di tengah Laut Banda.

 Upacara 69 Tahun Republik Indonesia

Pengibaran Bendera Merah Putih

Upacara selesai. Dilanjutkan dengan kegiatan bebas. (Masih di anjungan), entah dari mana, perlahan terdengar suara musik. Teman-teman saya tak bisa menahan hasrat untuk gak bergoyang, begitupun saya. Tapi, mengingat badan yg masih lemas karena insiden obat tadi pagi, saya hanya bisa duduk bersandar di salah satu dinding anjungan dan tertidur selama beberapa menit. Ketika bangun, acara joget-joget masih berlangsung. Ah, sudahlah. Saya tak bisa lagi menahan diri, saya pun ikut bergabung. Siang harinya diadakan berbagai lomba antar kelompok. Mulai dari lomba ambil koin dalam kuah, lomba make up dengan mata tertutup, sampai lomba futsal pakai sarung. Saya ikut di lomba make up dengan mata tertutup. Dibutuhkan tiga peserta dalam lomba itu. Satu orang tukang make up yang nantinya akan ditutup matanya, satu orang korban, dan satu orang pengarah. Tugas saya adalah mengarahkan si tukang make up. Dan jeng jeeeeng, si korban tampil cantik luar biasa berkat foundation setebal kulit badak yang dioleskan si make up artist. Seru seru! Perlombaan berakhir di sore hari.

KRI digoyaaang (Photo by @marsianusdismas)

 Selesai joget-joget

 Lomba Make up. Perhatikan make up paling tebal, dialah korban arahan saya. Hahahaha

Kelompok 6 (Watampone) seusai lomba 17-an

Raja Ampat - Sorong - Raja Ampat

19 Agustus 2014
Kapal sandar di Pelabuhan Waisai, ibukota Raja Ampat. Lho, bukannya rute kami adalah Sorong? Yap benar. Di Waisai, kami hanya menurunkan peserta Pelantara yang akan melakukan perkemahan. Setelah kapal bersih dari peserta Pelantara, resmilah kapal menjadi milik kami meski hanya untuk beberapa hari. Perjalanan dilanjutkan menuju kota Sorong, kurang lebih 2 jam. Sesampainya di Sorong, kami disambut oleh pemerintah daerah setempat plus tari-tarian khas daerah. Malam harinya, kami bertemu lagi dengan pemerintah dareah dimana mereka melakukan kunjungan ke atas KRI. Tak lupa pemerintah menyiapkan pemuda-pemudi daerah untuk pamer aksi menari di depan kami. Tari-tarian mistis dan penuh semangat ala Papua kini kami saksikan langsung di tanah mereka dengan penari asli putra-putri daerah.

 Dara-dara Cantique numpang eksis di Sorong

Hai Sorong! Salam kenal dari tanah melayu di seberang sana, Puan Cici dan Puan Amek

Dansatgas & Komandan KRI disambut oleh Pemerintah Kota Sorong

Kelompok Watampone bersama Pemuda-pemudi Kota Sorong

20 Agustus 2014
Pagi harinya kami melakukan kegiatan bersih-bersih pantai dimulai dari Pelabuhan Sorong. Kemudian dilanjutkan dengan pesiar ke Pantai Tanjung Kasuari. Wisata pantai kali itu adalah yang ter-menyebalkan bagi saya. Panjang kalo diceritakan dan akan terdengar childish. Tapi ada satu kejadian di pantai itu yang masih berbekas hingga kini. Kaki saya mendadak gatal dan muncul bintik-bintik merah selepas bermain di pantai. Entah karena bulu babi atau binatang air lainnya. Yang jelas ketidaknyamanan ini berlangsung lama dan semakin parah dari hari ke hari.

 Adik-adik pesisir Pantai Tanjung Kasuari

Waisai, ibukota Raja Ampat, kembali menyambut kami tanggal 22 Agustus. Ini dia yang kata orang surga jatuh ke bumi, Heaven on Earth, The Last Paradise. Tak sempat berlama-lama kagum, panitia langsung membawa kami ke kantor Bupati Raja Ampat untuk menerima pembekalan dari Menteri Pertahanan RI. Selesai pembekalan, kami diajak ke lokasi acara puncak kegiatan Sail Raja Ampat 2014, Pantai WTC (Waisai Torang Cinta) dan disana kami akan melakukan gladi untuk acara puncak besok. Sorenya kami berkunjung ke Raja Ampat Expo untuk sekedar melihat-lihat karena harga souvenir disini mahaaal hiks :"

Di bawah langit mendung Raja Ampat - Kelompok Watampone

Beberapa foto yang berhasil saya kumpulkan dari teman-teman di lokasi acara puncak Sail Raja Ampat 2014 - Pantai Waisai Torang Cinta, Raja Ampat, Papua Barat

Photo by @rahmatiaamek

Photo by @dewintapoernomo

 Photo by @arniboronia

Photo by @aryoajiseno

Photo by @tanianugraheni

Photo by @windy_cahyani

Photo by @agungibrahim

Photo by @agungibrahim

Hasilnya selalu sama bukan? Raja Ampat memang indah :"

23 Agustus 2014.
Acara puncak dari kegiatan ini pun tiba. Kami ditugaskan menjadi pagar ayu dan pagar bagus untuk menyambut Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Istri. Seluruh peserta berdandan secantik mungkin mengenakan pakaian adat dari daerah masing-masing. Hari itu, baju adat teluk belanga berwarna merah muda dengan hiasan kepala berupa tanjak, indah bersanding dengan baju adat kebaya laboh warna senada. Sunting tujuh bunga semakin mempercantik Dara-dara Melayu Riau. Tak lupa sebai (selandang bahu), bengkung (tali pinggang) dan kain songket sebagai pelengkap.

 Baju Adat Khas Provinsi Riau (Ki-ka : Rizky, Saya, Cici, Bang Hendra)

Satu lagi momen tak terlupakan terjadi disini. Saya dan partner saya, Rizky, mendapat kesempatan menjadi salah satu pasang dari dua pasang peserta yang berdiri paling depan ketika menyambut Bapak Presiden dan Istri. Sepasang peserta lagi adalah peserta asal Papua Barat, mengingat acara puncak berlangsung di tanah mereka. Biarlah orang berkata lebay, tapi momen itu memang membahagiakan. Satu kalimat yang berulang-ulang saya dan Rizky ucapkan sembari menunggu kedatangan Bapak Presiden dan Istri : "Mimpi apaaa kita semalam". Hehehe. Meski hari itu tanah Raja Ampat diguyur hujan, kami tetap setia menunggu kedatangan Bapak Presiden dan Ibu. Selain Bapak Presiden dan Istri, acara puncak juga dihadiri oleh Menteri kabinet Indonesia bersatu Jilid II, undangan dari negara sahabat, aktivis kelautan, dll. Acara berlangsung meriah. Dimulai dari pembukaan, kata sambutan dari pemerintah daerah setempat hingga Bapak Presiden, penampilan seni dari pemuda-pemudi daerah setempat, atraksi terjun payung mengibarkan bendera merah putih dan yang paling ditunggu-tunggu adalah Sailing Pass, yaitu parade kapal-kapal perang dari berbagai negara. Tak mau kalah saling unjuk kegagahan. Tak terkecuali kapal kebanggaan kami, rumah terapung kami, KRI Surabaya 591.

Tempat Istimewa :"

Bapak Presiden SBY dan Istri

Riau - Sumatera Selatan - DIY

 Riau - Bali

 Sulawesi Tenggara - Riau - Sumatera Utara

Indonesia :"

Atraksi terjun payung di bawah langit mendung Raja Ampat

Selesai acara, kami berganti pakaian seadanya dengan make up masih menempel di wajah. Sebelum meninggalkan Waisai esok hari, sekali lagi kami diajak ke Raja Ampat Expo. Akhirnya souvenir pun dibeli secukupnya, sebagai tanda kami pernah sampai disini. Keesokan harinya, kapal bertolak menuju destinasi selanjutnya.

Rabu, 05 Agustus 2015

KPN Sail Raja Ampat 2014 - Part III

Malam ini si empunya online diary sedang ingin mengenang sekaligus menyambung cerita yang telah lama terabaikan.

Jakarta - Makassar

Berdasarkan pengalaman dari para senior terdahulu, seminggu - dua minggu pertama pelayaran bakal jadi hari-hari sibuk bagi para peserta. Layaknya artis ibukota, jam 4 subuh kami sudah harus bangun buat ngantri mandi. Terdapat satu kamar mandi ukuran 2 x 2 meter dan satu toilet dengan 4 bilik kloset. Saking banyaknya peserta yang mau mandi di hari-hari pertama program, kadang di kamar mandi yang minimalis itu bisa diisi sampai 10 orang lebih. Peserta yang tak ingin ketinggalan mandi, memaksakan mandi di dalam toilet, salah satunya adalah saya he he he (tapi itu cuma sesekali).

Aktivitas dilanjutkan dengan sarapan pagi mulai jam 7 - 8 waktu Indonesia bagian tengah laut. Ada dua ruang makan untuk peserta pelayaran, Lounge Room Laki-laki dan Lounge Room Perempuan. Personally, saya lebih suka suasana lounge room laki-laki. Selain ruangannya luas dan bersebelahan dengan kantin, makan disana juga menggunakan ompreng (re: tempat makan ala-ala penjara). Tak ketinggalan playlist yang up-to-date. Sementara di lounge room wanita, ruangannya lebih kecil dan makan disana juga menggunakan piring. Tapi, seluruh peserta dibebaskan untuk makan di lounge room yang mereka suka, terkecuali ya Lounge Room Perwira hehe. Untuk menu makanannya super sekali. Tiap hari selalu dengan menu yang sama : TAI. Telur, Ayam, Ikan. Pagi telur, siang ayam, dan malam ikan. Semua menu digoreng tanpa tambahan apapun, cabe misalnya. Bagi peserta yang gak bawa saos sambal atau sejenisnya dari rumah sebagai pelamak makan, alamatlah minta-minta sama teman sebelah. Kalo gak kebagian ya nasib. Untuk sayurnya lumayan beragam. Kami paling senang kalo dapat menu sayur kangkung atau sop kentang wortel. Kalo untuk buah, kadang ada kadang gak. Lounge room ini juga menjual beberapa makanan seperti bakso dan popmie. Makanan terakhir yang bisa jadi pilihan di saat bosan dengan menu kapal adalah roti bakar. Jualnya di dekat lounge room laki-laki. Harganya Rp 5000,-. Untuk tim piket berasal dari peserta pelayaran yang tiap harinya selalu berganti. Tim piket ini bernama Penanting. 

Ini di Lounge Room Perempuan

 Menu Sarapan Pagi (Telur)

Menu Makan Siang (Ayam) di Lounge Room laki-laki

Menu Makan Malam (Ikan)

 Bakso super ala KRI Surabaya 591

Selanjutnya, seluruh peserta pelayaran dikumpulkan di helideck untuk mengikuti materi hingga siang hari. Lalu disambung lagi setelah makan siang sampai maghrib. Malamnya pun kami harus kembali berkumpul di helideck. Terkadang untuk materi, terkadang untuk menyaksikan pementasan seni dari teman-teman tiap provinsi. Karena padatnya jadwal, kami pun tiba pada pilihan apakah harus mandi sore dulu atau makan malam dulu karena waktu istirahat cuma cukup untuk melakukan salah satunya. Dan mulai hari itu, kami mengemban prinsip baru. Biar bau daripada sakit. Meskipun perjalanan laut, ada yang gak boleh ketinggalan : ibadah. Kira-kira seperti itulah kegiatan rutin kami di awal-awal program.

It brought me so much happiness being in the middle of the sea for the very first time :')

Beautiful, isn't it? More beautiful if you could see it directly

Makassar

Malam, 11 Agustus 2014
Kapal bersandar di Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar, Sulawesi Selatan. Untuk turun kapal, kami harus menunggu hingga pagi hari. Malam itu, saya dan teman-teman dari Provinsi Riau mendapat giliran untuk culture perform. Kami berhasil menampilkan pantun, syair, tari melayu, dan lagu melayu ala upin ipin.

Penyerahan plakat kepada Dansatgas KPN/LNRPB setelah culture perform

Matahari pagi  kota Makassar menyentuh lembut wajah-wajah kami. Perasaan bahagia gak bisa disembunyikan dari seluruh peserta pelayaran. Semua tergambar jelas dari senyum lebar kami. Bagi saya pribadi, ini adalah pertama kalinya berkelana jauh dari tanah kelahiran. Turun dari kapal, kami disambut oleh pemerintah daerah setempat diiringi tari-tarian khas Sulawesi Selatan. Setelah penyambutan, kami dibawa ke Kantor Gubernur Sulawesi Selatan untuk kegiatan yang sama : penyambutan.

Tersebutlah sebuah kabupaten berjarak 1-2 jam dari kota Makassar. Kabupaten tersebut bernama Maros. Tempat ini nantinya akan menjadi rumah bagi kami, tempat kami akan tinggal selama 3 hari di kediaman warga. Sebelum bergerak ke lokasi (calon) rumah tinggal, dari Kantor Gubernur tadi, kami dioper lagi ke Kantor Bupati Kabupaten Maros. Alhamdulillah, disini kami dijamu dengan makan siang :")

Setelah rentetan kegiatan penyambutan selesai, kami diarahkan menuju lokasi homestay. Lokasi homestay dibagi menjadi dua kecamatan. Kelompok 1-5 di Kecamatan Simbang dan kelompok 6-10 di Kecamatan Bontoa. Berhubung saya anggota kelompok 6, terpisahlah saya dari teman-teman Provinsi Riau yang merupakan anggota kelompok 3, 4, dan 5.

Perjalanan sore menuju Kecamatan Bontoa mengingatkan saya dengan kampung halaman nan jauh di barat Indonesia sana, Bukittinggi. Warna kuning keemasan padi-padi di bahu jalan membayar rasa lelah perjalanan dari Kota Makassar plus audiensi sana sini. Malam ini akan menjadi malam pertama istirahat di darat setelah 4 hari berlayar. Sindrom gelombang laut masih terasa cukup kuat.

Hari kedua di Bontoa diisi dengan berbagai kegiatan sosial. Mulai dari Kelas Inspirasi di SD-SD sekitar, penanaman mangrove, pembangunan perpustakaan mini, kerja bakti mesjid, dan pengobatan gratis. Beruntunglah saya kali itu bergabung dalam tim pengobatan gratis karena pengobatan akan dilakasanakan di desa Rammang-rammang, salah satu daerah wisata unggulan di Sulawesi Selatan. Untuk mencapai Rammang-rammang, kami menyusuri sungai menggunakan perahu pompong. Dalam perjalanan menuju desa, kami dihadiahi landscape pegunungan dan terowongan batu kapur, dan juga beraneka jenis pohon mangrove di sisi kanan dan kiri sungai. Pegunungan batu kapur di Desa Rammang-Rammang ini adalah pegunungan batu kapur terluas dan terbesar kedua setelah Cina. Perjalanan pulang menuju rumah tinggal, kami diajak untuk mencicipi kuliner khas Makassar seperti Konro, Palubassa, dan minuman favorit saya, Es Pisang Ijo. Yummmmm!

Welcome to Rammang-rammang yeayyy!!

So beautiful (Photo by @jevonsamuel)

Hari ketiga, kami diberikan kesempatan untuk melaksanakan wisata ke Taman Nasional Bantimurung. Taman ini merupakan tempat penangkaran kupu-kupu. Tapi sayang, persediaan kupu-kupu disana sudah menipis. Selain kupu-kupu, disini juga ada air terjun, danau, dan goa. Malam harinya, saya dan teman-teman Provinsi Riau diberi kesempatan untuk tampil dalam acara pentas seni di pusat wisata kuliner Pantai Tak Berombak. Selain Provinsi Riau, pentas seni juga diisi oleh teman-teman dari Jogjakarta, Sumatera Barat, dan pelajar-pelajar dari Kabupaten Maros.

The Kingdom of Butterfly, Bantimurung

Air terjun di Taman Nasional Bantimurung (Photo by @ramandayuli)

Malam Pentas Seni di Pantai Tak Berombak bersama teman-teman dari Sulsel, Sumbar, dan Jambi

Hari keempat di Bontoa, kami berpamitan dengan keluarga baru karena kami akan menjutkan perjalanan menuju destinasi selanjutnya. Sebelum kembali ke kapal, kami dberi kesempatan belanja sepuasanya asalkan pakai uang sendiri. Lokasi perbelanjaan terletak di kawasan Pantai Losari. Jadi harus pandai-pandai membagi waktu antara shopping dan foto-foto di icon kota Makassar itu. Siang menjelang sore, kami naik ke kapal. Sore harinya kapal bergerak meninggalkan kota Makassar. See you someday, Makassar. See you someday, Bontoa. See you someday, keluarga angkat :')

City of Makassar, ini samping-sampingan sama tulisan Pantai Losari. Tapi gak sempat foto di tulisan Pantai Losari karena diburu waktu. Next time yaaa aamiin.

Next Destination : Sorong! Are you ready?


Also read :