Sebagai tukang cerita amatir, sungguh butuh waktu lama untuk membangun mood dan menemukan ide menulis. Selang enam bulan dari terbitnya postingan terakhir, akhirnya saya memaksa diri untuk melanjutkan cerita yang belum terlihat ujungnya.
***
6 November 2019
Hari keempat, itinerary saya dan suami adalah time travelling ke era Jeoson. Di negara yg katanya "where past meets the future" ini, ada banyak tempat di tengah kota yang bisa membawa kita seakan terlempar ke masa lalu. Salah satunya dan mungkin jadi yang paling populer adalah Gyeongbokgung Palace. Demi menyempurnakan perjalanan kami melewati lorong waktu, Hanbok tentunya menjadi outfit wajib. Sebelum berangkat ke Korea, saya sudah lebih dulu booking Hanbok-secara online-di salah satu toko penyewaan Hanbok yang menjamur di sekeliling istana. Namanya adalah Seohwa Hanbok Rental, dengan biaya sewa sekitar 500 ribuan (harga setelah diskon) untuk dua Hanbok dan durasi pemakaian seharian alias sampai tokonya tutup. Untuk ke Gyeongbokgung Palace menggunakan subway, caranya bisa dengan turun di Gyengbokgung Station atau di Anguk Station.
***
Jam 8 pagi kami berangkat menuju toko tersebut. Ruangan sudah dipenuhi penyewa meskipun belum memasuki jam operasional toko. Jam 9 tepat, pekerja toko membagi kami dalam kelompok-kelompok kecil sesuai ukuran badan dan bahasa yang bisa kami mengerti. Lalu, kami di-briefing sejenak dan dipersilahkan memilih pakaian beserta aksesorinya. Setelah selesai berganti pakaian, saya dan suami bergerak menuju Istana Gyengbokgung yang jaraknya hanya sejauh satu zebra cross dari toko Seohwa. Sedikit info, untuk masuk ke kawasan istana tidak dikenakan biaya jika menggunakan Hanbok.
Pagi itu, di istana sedang ada upacara pergantian pengawal. Pengunjung bergantian mengambil posisi paling depan untuk dapat menyaksikan dan mengambil beberapa gambar pengawal istana yang berbaris mengenakan pakaian tradisional sambil membawa replika senjata Seoul jaman dulu. Saya dan suami sesaat larut dalam momen yang selama ini hanya bisa dilihat di film atau drama kolosal Korea itu.
Upacara Pergantian Pengawal
Setelah menikmati upacara, kami berjalan berkeliling istana. Mencari spot-spot foto ikonik, menyusuri lorong dengan pilar-pilar merah, melewati pintu-pintu dengan ukiran indah, berjalan bersisian dengan tembok istana yang megah, melihat tempat sang raja memerintah, dan tidak lupa mengambil beberapa gambar pohon ginkgo yang sedang menguning cerah.
Strolling around the palace
Tengah hari, dengan masih tetap bertema time travelling, kami berpindah tempat dari Gyeongbokgung Palace ke Bukchon Hanok Village yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Bukchon Hanok Village adalah salah satu area pemukiman penduduk yang bangunannya masih mempertahankan arsitektur tradisional di tengah majunya kota Seoul. Perjuangan untuk sampai ke kompleks perumahan ini cukup menguras waktu dan emosi. Sinyal jelek internet waktu itu memaksa kami berhenti menggunakan GMaps dan hanya bisa meraba-raba lokasi kompleks. Lokasinya yang berada di dalam gang semakin menyulitkan pencarian kami. Saya juga bingung kenapa waktu itu tidak bertanya ke orang sekitar. Waktu berlalu dan tempat tujuan tidak kunjung ditemukan. Saya menyerah dan mengajak suami kembali ke toko Seohwa untuk mengakhiri perjalanan menembus waktu ini.
Dalam perjalanan menuju toko, kami berpapasan dengan dua wanita berhanbok. Suami saya memutuskan bertanya ke dua wanita itu yang ternyata adalah orang Malaysia (lagi). Sayangnya, mereka tidak bisa menunjukkan jalannya karena mereka tidak pergi ke Bukchon Hanok Village melainkan ke Changdeokgung Palace yang lokasinya juga ada di sekitar situ. Tapi mereka berbaik hati memberikan peta wisata daerah tersebut yang mereka punya kepada saya dan suami. Bermodal peta itu, kami mengulang pencarian dan akhirnya pun berhasil menemukan gang dengan jejeran rumah Hanok di kiri-kanannya itu.
Gang utama di Bukchon sangat padat, hampir tidak mungkin mengambil foto berlatar deretan atap khas Korea itu tanpa ada orang lain di dalamnya. Mood baik saya yang sudah terkuras karena pencarian tadi, semakin habis karena tidak bisa mengambil foto. Suami saya mencari jalan keluar dengan menyusuri gang-gang sekitar yang view-nya tidak kalah cantik dan mengajak saya berfoto disana.
Another beautiful corner of Bukchon Village
The crowd of Bukchon's main valley
***
Time was running out. Matahari semakin bergerak ke arah barat tapi kami belum menjamak sholat Zuhur dan Ashar. Tak lama menikmati Bukchon, kami kembali ke toko Seohwa untuk mengembalikan Hanbok lalu ber-subway menuju Korea Tourism Organization yang berada tepat di depan Cheonggyecheon Stream, Myeongdong untuk melaksanakan sholat di musolla mininya. Setelah itu, kami memutuskan untuk menikmati udara sore musim gugur hari itu di Yeouido Hangang Park. Untuk mencapai taman ini, kami turun di stasiun Yeouinaru.
***
Bersepeda dan bersantai sambil makan mie instan layaknya di drama Korea adalah dua kegiatan yang sangat ingin saya lakukan di taman ini. Berhubung waktu kami sempit, kami pun tidak bisa melakukan aktivitas pertama. Saya dan suami memilih duduk santai saja menikmati indahnya sungai Han berlatar gedung-gedung tinggi kota. Bagaimana dengan mie instannya? Dari sebelum berangkat, opsi itu sudah saya ikhlaskan karena kecil kemungkinan Korea menjual mie instan halal. Tapi ternyata rasa ikhlas butuh pembuktian.
Dua orang wanita yang duduk di kursi tidak jauh dari saya dan suami terlihat sedang menikmati mie instan dengan wadah petaknya yang khas itu. Hasrat yang sudah terkubur dalam, kembali muncul. Terlintaslah ide untuk mencari mie instan vege. Pekerjaan selanjutnya adalah mencari tempat jualnya. Dari kejauhan nampak beberapa remaja keluar dari kapal yang sepertinya tertambat permanen di pinggir Sungai Han-sambil membawa wadah berisi mie instan. Kami berjalan mendekati kapal, ternyata ada minimarket CU disana.
Di dalam minimarket sudah berjejer rapi mie instan berbagai merk dilengkapi fasilitas kompor listrik berbentuk dispenser yang langsung ada air untuk merebus mienya. Duh, sungguh ini alasan terbesar dari keinginan saya itu. Makan mie instan di pinggir sungai Han pakai wadah khusus, masak sendiri pakai kompor bentuk dispenser itu, tepat seperti yang ada di drama Korea. Tapi dari sekian banyak mie instan yang ada, tidak satupun kami temukan merk-merk mie instan vege yang sebelumnya sudah di-search di internet. Lagi-lagi, bayangan keseruan itu lenyap. Bye, mie instan! Wkwk.
Foto penutup di postingan kali ini wkwk
***
Malam menjelang. Saya dan suami kembali ke Myeongdong untuk mengisi perut. Setelah makan dan sebelum pulang ke penginapan, lagi-lagi kami berkeliling di area Myeongdong Street untuk mencari skincare titipan beberapa teman. Btw, dunia per-skincare-an Korea itu sungguh tempting. Selain kemasan dan warna-warna produknya yang unyu menggemaskan, adanya promo 10+10 di hampir semua toko semakin memanggil-manggil untuk mampir. Bayangkan beli sheetmask 10 buah gratisnya 10 juga, bukan cuma gratis 1 kayak disini he he he. Belum lagi banyak dikasih free item setelah purchase produk mereka. Waktu itu saya beli handcream 10+10, dapat free sheetmask 10 buah juga. Bagaimana iman tidak goyah? Wkwk.
Demikianlah hari keempat di Korea berakhir. Seeyaw!





Tidak ada komentar:
Posting Komentar