Kamis, 07 Januari 2021

Autumn in Korea - Last Two Days : City Strolling & Farewell

Dalam itinerary, hari itu jadwal kami adalah melihat Ginkgo Tree Tunnel yang terkenal di Asan. Tapi berhubung masih ada must-visit place di dalam kota Seoul yang belum kami kunjungi sedangkan besok adalah hari terakhir dari rangkaian perjalanan, maka kami putuskan untuk membatalkan rencana ke Asan dan city strolling saja di ibu kota.

7 November 2019

Tujuan pertama hari itu adalah landmark yang paling sering muncul di drama Korea. Ya, Namsan Seoul Tower yang lokasinya ada di atas Gunung Nam (Namsan). Berdasarkan info dari teman saya, tidak ada stasiun subway di sekitar area tersebut. Untuk kesana bisa menggunakan bus, cable car, ataupun jalan kaki melewati Namsan Park. Dengan biaya cable car yang sudah pasti menguras dompet, maka pilihan kami jatuh kepada bus. Bus yang memiliki rute ke Namsan Seoul Tower adalah yang berwarna kuning. Tapi biar lebih pasti, bisa tanya langsung ke Pak Driver hehe.

Jam 8 pagi, bus menurunkan saya dan suami di pelataran Namsan Seoul Tower. Masih sepi, syukurnya. Menara ini terdiri dari dua bagian yaitu N Seoul Tower yang mana adalah menaranya sendiri dan Seoul Tower Plaza yang merupakan bagian bawah menara. Di sini, kita bisa melihat view kota Seoul secara keseluruhan dari observatory deck-nya. Tapi, tidak pun melalui observatory deck, pemandangan Kota Seoul tetap dapat dinikmati dari berbagai sisi Namsan Seoul Tower. Spot wajibnya tentu adalah area love locks yang sangat populer.

Difoto dari halte bus Namsan Seoul Tower. Menuju lokasi menara tinggal jalan kaki dikit

What a city!

Posisi gembok ini tepat di bawah menara

Ada pohon gembok cinta juga~

***

Menjelang siang, saya dan suami bergerak meninggalkan Namsan Seoul Tower menuju Ewha Womans University. Untuk menuju kampus ini menggunakan subway, bisa turun di stasiun Ewha Womans University dan keluar dari exit 2 atau 3. Jalanan menuju kampus Ewha dipenuhi oleh toko-toko lucu mulai dari toko kosmetik, pakaian, pernak pernik, dan stationary yang harganya tentunya menyesuaikan kantong mahasiswa. Ada satu toko stationary lucu yang menarik perhatian kami, namanya adalah Artbox dengan maskot Galapagos & Friends. Tidak sepopuler Brown, Cony, atau Sally, tapi juga tidak kalah cute dari mereka.

Galapagos & Friends

Gedung kampus Ewha dibangun dengan gaya Eropa. Jadi setiba di sana, kami seakan masuk ke belahan dunia lain. Belum lagi warni-warni pepohonan musim gugur yang memenuhi hampir seluruh penjuru kampus menjadikannya semakin mengagumkan. Arsitektur paling unik di Ewha adalah bangunan kaca yang menjorok ke bawah yang bisa langsung kelihatan ketika memasuki area kampus.

Popular building of Ewha

Singgah sebentar di Eropa

Setelah berkodak secukupnya di kampus wanita ini, petualangan hari itu kami tutup dengan berburu oleh-oleh di Namdaemun Market dan jalan-jalan lagi di Myeongdong Street.

***

8 November 2019

Salah satu tempat yang menjadi tujuan yaitu Itaewon, sengaja saya letakan di hari terakhir yang bertepatan dengan hari Jum'at agar suami bisa sekalian sholat Jum'at di Seoul Central Mosque-nya. Pagi harinya sebelum berangkat, kami pergi ke Daiso untuk membeli segala barang per-jastip-an dan mampir ke Halal Mart untuk membeli tteokpokki cup instan - yang ternyata masih tutup.

Sekitar 1-1,5 jam sebelum azan Jum'at, kami berangkat ke Itaewon menggunakan subway. Untuk menuju Seoul Central Mosque, bisa dengan menggunakan subway line 6 dan turun di stasiun Itaewon exit 3. Lokasi mesjid ada di dalam jalan kecil jadi mari mainkan maps-nya hehe.

Ada satu snack bar halal di Itaewon yang menjual street food Kdrama-starter pack seperti tteokpokki, eomuk, hotdog, dan gimbab. Namanya adalah Manis Kitchen. Sudah diniatkan dalam hati kalau ke Itaewon harus jajan di tempat ini untuk melenyapkan rasa penasaran akan makanan Korea yang selalu sukses bikin ngiler di setiap serial dramanya.

Dalam perjalanan kaki mencari titik lokasi mesjid, tiba-tiba Pak Suami ngomong, "Eh ini dia Manis Kitchen-nya". Saya yang rencananya mau nyari lokasi Manis Kitchen setelah Jum'at-an langsung auto kegirangan karena tanpa dicari, dia muncul sendiri hehe. Gerbang mesjid pun ternyata kelihatan dari Manis Kitchen, terpisah beberapa langkah saja. Karena sudah keburu ketemu, jadilah kami mampir dulu. Hasrat untuk nyoba street food Korea memang sudah tak bisa didendung. Menu wajib jib jib pastilah tteokpokki dan eomuk. Kalau kata anak Instagram, rasa tteokpokki-nya "seenak itu woi", "gak ngerti lagi mau nangis" saking cocoknya di lidah kami. Rasa eomuknya juga enak menurut saya.

Duo combo cemilan sedap

Waktu Jum'at-an semakin dekat. Kami bergegas menuju mesjid setelah menuntaskan sesi nyemil. Mesjid mulai dipadati para lelaki berbagai ras yang ingin menunaikan sholat. Sembari suami saya melaksanakan ibadahnya, saya menunggu di halaman mesjid. Hari itu cuaca Seoul dingin sekali, antara 4-6 derajat. Tangan rasanya sudah kaku bahkan untuk sekedar memencet tombol shutter kamera, tapi sholat Jum'at tak kunjung selesai. 1,5 jam berlalu, barulah mulai kelihatan batang hidung para lelaki keluar dari pintu mesjid. Saya bergegas pergi sholat setelah minitipkan barang-barang ke suami. Ternyata tempat sholat wanita ada di lantai atas. Tau begitu, saya sudah sholat dari tadi hehe.

Mesjid pertama dan tertua di Korea

Keluar dari mesjid, kami kembali ke Manis Kitchen untuk membeli hotdog. Tapi pandangan masih  tertuju ke tteokpokki yang kuahnya sedang menggelegak mendidih menggiurkan - yang dimasaknya memang tepat di depan pembeli. Iman goyah dan akhirnya kami membeli satu bungkus untuk di penginapan.

Paha ayam

Siapa yang gak ngiler, masaknya begini.. :(

Selain Seoul Central Mosque, tujuan lain di Itaewon adalah Line Store. Belum sampai di kata puas memang, meskipun ini adalah Line Store ketiga yang saya kunjungi selama di Korea. Masing-masing store punya keunikan photo spot berbeda. Lokasi store ini ada di sisi pintu exit 3 stasiun Itaewon. Tinggal lurus saja beberapa meter.

Line Store Itaewon. Maafkan karena fotonya banyak karena semua sudut memang sungguh menggemaskan







***

Flight kami kembali ke Kuala Lumpur adalah jam 9.30 pagi esok harinya disambung lusa untuk penerbangan ke Pekanbaru. Demi menghindari keterlambatan karena hal-hal yang tidak diinginkan, kami memutuskan untuk ke bandara malam ini dan bermalam disana. Selepas maghrib, kami makan dan beristirahat sebentar sebelum akhirnya meninggalkan penginapan jam 11 malam. Tidak lagi menggunakan AREX seperti ketika datang, kali ini kami menggunakan subway biasa-yang lebih ramah di kantong wkwk.

Our last dinner in Korea that year :( Japchae (beli di Kampungku Myeongdong) & Tteokpokki yang tadi dibungkus

Gonna miss this building

And last subway as well. That year.

***

Bandara sepi karena sebagian besar manusia sudah terlelap di kursi tunggu masing-masing. Kami berkeliling mencari tempat kosong mulai dari gedung stasiun kereta bandara sampai gedung terminal pesawat hingga akhirnya menemukan satu kursi panjang yang bisa digunakan untuk meluruskan kaki.

***

Beberapa jam terlewati dan subuh pun tiba. Berhubung saya tidak menemukan mushola di public area Terminal 1 ini - yang mungkin memang tidak ada, saya pun mencari tempat yang memungkinkan untuk melaksanakan sholat. Nursery room menjadi solusi saat itu dan suami saya sholat di balik standing banner yang ada di depan nursery room.

Kurang dari jam 9:30 pagi, kami dipersilahkan untuk boarding. Segala proses departure terjadi sangat cepat. Pramugari menghimbau untuk mengenakan sabuk pengaman. Lampu dalam pesawat dipadamkan. Pilot mulai menggerakkan burung besi itu hingga akhirnya menjauh dari tanah Korea. Hati terasa sangat berat meninggalkan negara yang sudah membuat saya jatuh cinta berkali-kali ini. Ddo mannayo :(

Love-hate relationship with this place. The witness of many encounters and the farewells as well


Jumat, 01 Januari 2021

KPN Sail Raja Ampat 2014 - Part V (End)

Karena keisengan baca cerita-cerita jadul di blog sendiri dan berhenti di postingan tahun 2015, sekarang malah jadi pengen ngelanjutin nulis kisah lama yang masih belum usai. Yes, the story of sailing journey. Do I still remember it clearly? Anyway, kalau ada orang yang baca cerita tentang pelayaran yang saya tulis ini mulai dari part pertama sampai part terakhir, mohon maaf ya gaya bahasanya agak berbeda. They are five years apart hehe. Hal lainnya, sepertinya foto yang akan saya attach akan sangat terbatas di postingan terakhir ini karena my clothes wasn't proper back then hehe. Well, let's get started.

Raja Ampat - Ambon

Seperti yang bisa dilihat di peta, jarak Raja Ampat dan Ambon sangat dekat, cuma beberapa centi. Jadi, tak perlu waktu 24 jam untuk sampai. Dalam rute perjalanan kami yang dirilis jauh hari sebelum keberangkatan, tidak ada tertulis destinasi Ambon. Tapi kenapa sekarang mampir ke Ambon? Setelah ditelusuri, ternyata kapal mulai kehabisan segala kebutuhan yang diperlukan, jadilah mampir di Ambon untuk refill semuanya. Yes, rute bonus!

And here we are, Ambon Manise! Sembari menunggu persediaan kebutuhan kapal terisi, peserta dapat kesempatan pesiar meski untuk beberapa jam saja. Kami dikumpulkan dulu beberapa menit di Lapangan Merdeka Balai Kota Ambon untuk briefing pesiar. Setelah briefing, kami pun dilepas kemanapun hendak pergi asal tidak hilang. Di seberang Balai Kota, ada Gong Perdamaian Dunia, mampir sebentar berswafoto.

Lapangan Merdeka Balai Kota Ambon

Setelah selesai, salah satu kakak pendamping, tepatnya kakak pendamping kelompok 9 (anggaplah namanya A) yang adalah orang Ambon, ngajak anak-anak dampingannya alias peserta kelompok 9 untuk mampir ke rumahnya nyobain makanan khas setempat buatan Ibunya. Secara tak sengaja saya pun ter-ajak (FYI, saya kelompok 6). Kok bisa? Jadi, si Kak A ini lagi "dekat" dengan teman terdekat saya selama pelayaran dan anggaplah namanya B (FYI lagi, si B ini kelompok 7). Niatnya mungkin mau ngajakin si B aja. Tapi berhubung saya kemana-mana berdua terus sama si B, mau gak mau saya pun diajak ikut wkwk alhamdulillah. Kami cuma punya waktu 45 menit untuk menyelesaikan misi bertamu ke rumah kak A. Demi-demi makanan ini, kami pergi pakai angkot 15 menit, makan 15 menit, dan harus balik lagi ke meeting point dalam waktu 15 menit.

Di rumah kak A, kami disajikan papeda dengan ikan kuah kuning dan banyak pilihan makanan lainnya. Kuah kuningnya masyaAllah segar dan nikmat sekali untuk kami yang nyaris bosan makan makanan kapal yang gak banyak variasi. Rasa penasaran dengan papeda yang tergolong makanan aneh bagi warga Indonesia bagian barat ini akhirnya hilang setelah selama ini hanya bisa melihat di TV.

Tak terasa, persediaan kebutuhan kapal hampir terisi penuh. Kami mulai naik ke kapal, mengikhlaskan pesiar Ambon yang seperenam hari pun enggak sampai, tapi tetap bersyukur ya dapat rute tambahan.

Ambon - Kupang

Tanggal 27 Agustus 2014, biru dan jernihnya air laut di pelabuhan Kupang menyambut ramah rumah terapung kami. Di sini kami disambut dengan drum band, dihibur dengan permainan alat musik Sasando, diberikan materi pertahanan negara oleh Bapak Gubernur Lemhanas RI, dan dibawa ke beberapa objek wisata seperti Gong Perdamaian dan Pantai Teddy's. Tak ketinggalan jamuan makan malam di Kantor Gubernur NTT plus acara culture perform yg ditampilkan oleh peserta KPN dari Provinsi Jambi dan Provinsi Kalimantan Tengah. Menu makan malam yang super beragam yang disiapkan oleh tim orang nomor satu di NTT ini sudah bisa dipastikan membuat peserta kalap mengingat di kapal menunya selalu konsisten telur ayam ikan setiap hari.

Penyambutan di Kupang

Abang-abang main Sasando

Jatah dua hari menghirup udara Kupang berlalu dengan cepat. Untuk kesekian kalinya, tiba waktunya untuk berpisah. KRI Surabaya 591 angkat jangkar demi melanjutkan perjalanan ke titik terakhir sebelum kembali ke ibukota.

Bali

Rumah besi raksasa kecintaan kami ini melepas sauh di Pelabuhan Benoa, Bali, di malam hari pada tanggal 29 Agustus. Hati dan kaki sudah tak sabar untuk segera menjejak Pulau Dewata. Tapi apa daya belum ada arahan untuk turun malam itu dari panitia kegiatan. 

Besoknya kami diagendakan untuk berkunjung ke Museum Bajra Shandi dengan tujuan setelahnya adalah pantai. Bukan, bukan Pantai Kuta tapi Pantai Matahari Terbit. Sangat disayangkan ya huhu. Di pantai, agendanya bebas dan waktunya cukup lama. Salah satu teman kelompok saya yang adalah orang Bali, Yanti namanya, mengajak untuk berburu oleh-oleh dengan transportasi yang disediakan oleh orang tuanya. Tanpa pikir panjang, beberapa peserta dan panitia pun berangkat. Kami diarahkan ke Toko Souvenir Erlangga. Selain ke Erlangga, kami juga ke Toko Souvenir Khrisna, salah satu itinerary yang memang sudah disiapkan panitia.

Destinasi hari kedua sekaligus terakhir di Bali adalah Istana Kepresidenan Tampaksiring. Di sinilah terjadi drama untuk yang kesekian kalinya selama pelayaran. Bintik-bintik merah di kaki saya yang saya dapat akibat main di Pantai Tanjung Kasuari, hari itu kumat minta digaruk karena kena sinar matahari langsung selama berkeliling istana. Pecahlah tangis menahan rasa gatal yang luar biasa. Jadwal selanjutnya ke Goa Gajah harus saya ikhlaskan demi pergi berobat ke rumah sakit terdekat. Dua orang pendamping, Kak Windu-Kak Adri, dan teman saya, Cici, ikut mengantarkan ke rumah sakit dengan mobil terpisah. Setelah berobat, kami segera menyusul rombongan yang sudah sampai lebih dulu ke lokasi Goa Gajah.

Gerbang Istana Tampaksiring. Sekian banyak foto di Bali, cuma ini satu-satunya foto "ter-proper" di yang bisa saya attach :''(

Sore hari, perjalanan kami di Bali rampung. Seluruh peserta, panitia, dan kru kapal bergerak menuju pelabuhan. Kapal pun siap berlayar kembali ke destinasi pertama, Jakarta.

Bali - Jakarta

Dalam perjalanan menuju titik akhir, kami melakukan beberapa agenda penutup kegiatan. Salah duanya adalah menamatkan diskusi proposal kegiatan pasca layar dan evaluasi kegiatan pelayaran. Tanggal 2 September 2014, penampakan sempurna wajah pelabuhan Tanjung Priok tinggal menunggu waktu. Di malam terakhir, panitia menyelenggarakan berbagai macam acara hiburan, mulai dari KPN Award, peragaan busana oleh TNI AL dan peserta KPN, pembacaan puisi, persembahan lagu, ditutup dengan renungan dan acara perpisahan peserta. Malam itu, lautan menjadi saksi betapa banyaknya air mata yang tumpah dan betapa eratnya genggaman tangan dan pelukan antar peserta.

Foto terakhir di kapal bersama Watampone

3 September 2014, kapal menepi di Pelabuhan Tanjung Priok. Sebelum turun, diadakanlah upacara pelepasan tanda peserta yang dipimpin oleh Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga dan pembacaan deklarasi Pemuda Bahari. Dengan hati dan langkah kaki yang berat, kami mulai meninggalkan bahtera yang sampai kapanpun akan kami rindukan.

***

Super lega akhirnya bisa menuntaskan cerita yang macetnya sampai lima tahun ini. Seeyaw!


Also read :